Memori.
Sejauh
apapun kaki melangkah;
percayalah,
tetap kau tujuan
pulangnya.
Dan,
Sejauh
apapun rindu kubawa
Percayalah,
Tetap
kau yang jadi
alasannya.
Kisah-kisah
kini lalu lalang di kepala, satu-persatu seperti di-reka ulang, tentang
senyummu, manjamu, bahkan sedihmu yang turut mengantar kepergianku. Masih
kentara di ingatan. Bagaimana kau pagi tadi yang setengah rela melepasku?
Seperti ada perasaan tak utuh yang turut andil di dalamnya. Seperti kau yang
ingin menahanku sedikit lebih lama. Saat kereta membawaku pergi, saat itu juga
aku merasa takut, takut saatku kembali nanti; bukan lagi aku yang kau tunggu
tuk kembali.
Semoga tidak,
dan
semoga tetap aku yang menjadi alasan dari penungguan panjangmu—esok dan nanti..
Penantian paling
panjang adalah penantian kabar dari seseorang yang disayang, tetiap detik,
menit, bahkan jam akan begitu berarti. Saat sebuah penantian menemukan jawaban,
ada debar-debar yang menjalar ke seluruh tubuh, seperti saat gawai berdering
dan memuat notifikasi di layar virtual
darimu.
“Kabari aku jika sudah sampai.”
Kalimat itu sudah cukup
mewakili kekhawatiran, dan cukup membuatku mengerti; bahwa
di kejauhan, ada hati yang dengan lapang menungguku pulang.
Pada bentangan kilo
meter yang memuat jarak dengan angka-angkanya, tak ada yang mampu kulakukan,
selain menguatkanmu, dan meyakinkanmu bahwa semua akan baik-baik saja.
Aku
begitu ingin, menyaksikan rindu mempermainkan rasa
kita. Entah nanti membuat kita candu, atau malah membuat kita menjadi luruh.
Aku
begitu ingin, menikmati rentetan masalah yang siap
sedia menerjang kita bak badai, memporak-porandakan pertahanan kita dengan
semena-mena. Lalu setelah itu, kita akan melihat; kita akan menjadi kuat, atau
malah memilih menyudahi dan saling menuai tamat.
Ya,
aku begitu ingin, di tiap keadaan, atau pun permasalahan, tetap aku yang kau
pertahankan—nanti—di masa depan.
Ke
dua ibu jariku masih menggantung di hadapan gawai,
masih setia menunggu balas darimu atas apa yang sudah kukabarkan. Dingin
menerjang pori, kurebahkan badan sebentar di sela-sela penungguan sambil
melihat deretan foto bahagia kita di waktu silam. Lengkap! Rona bahagia
terpancar dari kumpulan pixel yang memuat gambar kita. Tak ada kedukaan, yang
ada hanya kisah bahagia yang tertampil dengan amat sangat sempurna.
Bahagia yang kini
tersuguh manis, tak lepas dari pengorbanan yang tak ada habis.
Esok, saat kau begitu lelah akan perdebatan,
ingatlah hari-hari di mana kita saling mengerti pada tiap perbedaan.
Esok, saat ruas-ruas jemarimu terasa
enggan lagi menggenggam hubungan. Ingatlah lagi hari-hari di mana kita
pernah melewati malam dengan hanya
bergandengan tangan.
Dan esok, saat kau begitu ingin
menyudahi penungguan. Ingatlah aku; yang di kejauhan, sedang merancang hal-hal
baik untuk mu— di masa depan.
Ya..,
ingatlah aku, dan—kita.